BANJARNEGARA, MyInfo.ID – Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa rangkaian bencana tanah longsor di Majenang, Cilacap, serta Pandanarum, Banjarnegara menunjukkan pola geologi yang hampir serupa, meskipun pemicu awalnya tidak sama.
Dalam kegiatan Misi DERU UGM (Disaster Early Response Unit), Dwikorita menjelaskan bahwa kedua wilayah tersebut berada di kawasan lereng yang secara alamiah sangat rentan terhadap longsor. Lereng-lereng sepanjang Pegunungan Selatan Jawa hingga jajaran perbukitan di tengah Pulau Jawa mulai dari Banten hingga Jawa Timur memiliki lapisan tanah lapukan yang tebal, gembur, dan rapuh.
Lapisan ini berada di atas material yang lebih kedap air, sehingga mudah bergerak saat terjadi peningkatan air tanah atau gangguan pada lereng.
Kondisi geologi tersebut, menurutnya, membuat tanah penutup sangat mudah meluncur karena lapisan di bawahnya tidak mampu menahan tekanan.
Ia menambahkan bahwa setiap kejadian longsor memiliki faktor pemicu yang berbeda. Di sejumlah tempat, curah hujan tinggi menjadi penyebab utama karena air meresap hingga melicinkan bidang gelincir. Namun di lokasi lain, getaran kendaraan berat, mobil yang melaju cepat, guncangan gempa, hingga aktivitas manusia seperti pemotongan kaki lereng dapat memicu pergerakan tanah.
“Secara geologi, polanya serupa. Yang membedakan adalah pemicunya,” ujar Dwikorita saat meninjau lokasi longsor di Pandanarum, Banjarnegara, Rabu (19/11/2025).
Lempung Biru Perparah Longsor di Banjarnegara

Dalam pengamatannya di Banjarnegara, Dwikorita menemukan adanya lempung biru (blue clay), jenis tanah berwarna biru keabu-abuan yang sangat sensitif terhadap air. Tanah ini umumnya mengandung mineral smektit seperti montmorillonite, yang memiliki struktur berlapis dan mampu menyerap air dalam jumlah besar.
Mineral tersebut membuat lempung biru mengembang drastis ketika basah dan mengeras saat kering. Ketika jenuh air, tanah kehilangan kekuatannya sehingga mudah bergerak dan menyebabkan fenomena rayapan tanah sebelum longsor besar terjadi.
“Karakteristik lempung biru itu sangat khas: ketika kering ia keras seperti batu, namun ketika menyerap air berubah menjadi material mirip odol atau pasta. Saat jenuh air, tanah ini kehilangan kekuatannya dan mudah bergerak merayap,” jelasnya.













