PURWOKERTO, MyInfo.ID — Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Setya Ari Nugraha, menegaskan pentingnya inovasi dan pendekatan alternatif dalam menangani persoalan anak putus sekolah, terutama di wilayah Banyumas Raya dan sekitarnya.
Menurut Ari, isu pendidikan dasar tidak cukup diselesaikan dengan membuka akses fisik ke sekolah semata. Masalah anak tidak melanjutkan pendidikan kerap dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, hingga psikologis keluarga.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan imbauan agar anak-anak kembali ke sekolah. Banyak dari mereka berhenti belajar karena tekanan ekonomi, lingkungan sosial, bahkan kehilangan motivasi. Karena itu, pendekatan yang kita gunakan harus lebih holistik dan manusiawi,” ujar Ari.
Ari menjelaskan, DPRD Jawa Tengah bersama pemerintah provinsi telah memfasilitasi sekitar 15.000 anak untuk kembali bersekolah hingga pertengahan 2025 melalui program penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS). Meski demikian, ia mengakui masih banyak anak yang belum terjangkau karena faktor penghambat yang lebih kompleks.
DPRD, kata Ari, kini tengah mendorong model intervensi terpadu yang melibatkan pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dunia usaha, dan organisasi masyarakat. Salah satu upaya yang dikembangkan adalah pendidikan fleksibel berbasis komunitas serta kelas vokasional terbuka bagi anak-anak di luar sistem sekolah formal.
“Kita perlu menghadirkan sekolah yang relevan dengan realitas kehidupan anak-anak. Misalnya, mereka yang harus membantu orang tua tetap bisa belajar lewat sistem modul, daring, atau pusat belajar masyarakat,” jelasnya.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (2024), terdapat lebih dari 48.000 anak usia sekolah dasar dan menengah di provinsi tersebut yang mengalami putus sekolah. Kabupaten Banyumas, Cilacap, dan Brebes menjadi daerah dengan angka tertinggi, disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga, perkawinan dini, serta migrasi orang tua.













