JAKARTA, MyInfo.ID – Di era digital, masalah rumah tangga tak lagi sekadar dibicarakan empat mata atau di meja makan. Tak jarang, keluhan dan rasa kecewa justru diumbar di media sosial, terselip di story WhatsApp atau Instagram, bahkan dibumbui dengan caption bernada sindiran.
Contohnya, kalimat seperti “Ada pasangan tapi serasa sendiri” atau “Jangan pura-pura sibuk padahal lupa” kerap menjadi pelampiasan emosi. Meski terlihat seperti curahan hati, tindakan ini sejatinya berpotensi melukai hati pasangan dan merusak kehormatan rumah tangga.
Dikutip dari laman Nu Online, Minggu (10/8/2025), dalam pandangan Islam, membangun rumah tangga tidak hanya soal fisik dan finansial, tetapi juga menjaga kehormatan, harga diri, adab, serta komunikasi yang sehat. Sindiran di ruang publik, apalagi media sosial, bukanlah solusi, justru bisa menjadi bibit perpecahan.
Al-Qur’an secara tegas melarang perilaku merendahkan dan menyindir orang lain, apalagi kepada pasangan hidup. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 11, Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
yâ ayyuhalladzîna âmanû lâ yaskhar qaumum ming qaumin ‘asâ ay yakûnû khairam min-hum wa lâ nisâ’um min nisâ’in ‘asâ ay yakunna khairam min-hunn, wa lâ talmizû anfusakum wa lâ tanâbazû bil-alqâb, bi’sa lismul-fusûqu ba‘dal-îmân, wa mal lam yatub fa ulâ’ika humudh-dhâlimûn
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”
Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat ini sebagai larangan keras meremehkan dan mengejek orang lain, baik karena fisik, status, maupun hal yang berkaitan dengan agama. (Imam Al-Qurthubi, Tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003], juz XVI, hal. 331)
Jika terhadap orang lain saja dilarang, apalagi kepada pasangan yang seharusnya kita muliakan.
Rasulullah SAW memberikan peringatan tegas mengenai larangan membocorkan rahasia rumah tangga. Beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ عِندَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
Artinya: “Termasuk orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang telah berhubungan dengan istrinya, lalu menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim)
Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menegaskan:
فَإِنَّ نَشْرَ سِرِّهَا حَرَامٌ وَهُوَ مِنْ أَخْبَثِ الْخِيَانَةِ
Artinya: “Menyebarkan rahasia istri adalah haram, dan termasuk bentuk khianat yang paling buruk.” (Syarah Shahih Muslim, [Beirut: Dar Ihya’ al-Turats, 2001], juz X, hal. 8)
Ini termasuk membocorkan masalah rumah tangga, terlebih di media sosial, bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga dosa besar.













