Pada 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 terkait penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan. Dalam lampiran aturan tersebut, spesifikasi ChromeOS kembali disebutkan secara eksplisit.
Kejagung menilai kebijakan itu bertentangan dengan beberapa regulasi, antara lain:
- Perpres Nomor 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik 2021.
- Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 jo. LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan alat TIK tersebut diperkirakan sekitar Rp1.980.000.000.000, yang saat ini masih dalam penghitungan lebih lanjut oleh BPKP,” tegas Nurcahyo.
Berdasarkan temuan penyidik, Nadiem diduga melanggar: Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001). Kemudian Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait penyertaan tindak pidana.
Dengan pasal-pasal tersebut, ancaman hukuman penjara bisa mencapai seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun, tergantung pembuktian di pengadilan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menambahkan bahwa sebelumnya tim penyidik JAM PIDSUS telah menetapkan tiga tersangka lain dalam perkara serupa. Identitas mereka belum seluruhnya dipublikasikan, namun semuanya disebut memiliki peran dalam pengadaan perangkat TIK di Kemendikbudristek.













