News  

Indonesia Tetap Bergabung di BRICS Meski Terancam Tarif dari AS

Indonesia Tetap Bergabung di BRICS Meski Terancam Tarif AS. Foto: Instagram @brics_br
Indonesia Tetap Bergabung di BRICS Meski Terancam Tarif AS. Foto: Instagram @brics_br

Dalam KTT BRICS yang berlangsung di Rio de Janeiro akhir pekan lalu, negara-negara anggota Brasil, Tiongkok, Mesir, Etiopia, India, Indonesia, Iran, Rusia, Afrika Selatan, dan Uni Emirat Arab, menyampaikan pernyataan bersama yang menolak kebijakan kenaikan tarif sepihak. Mereka menilai langkah tersebut dapat mengganggu perdagangan internasional dan merusak stabilitas rantai pasok global.

Pada hari Selasa sebelumnya, Donald Trump kembali melancarkan kritik tajam terhadap BRICS. Ia menuding blok tersebut berusaha untuk “merusak” dan “menghancurkan” dolar AS, serta berjanji akan menghalangi hal itu terjadi.

Tudingan ini muncul setelah negara-negara BRICS meningkatkan kerja sama dalam penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral, menyusul pembekuan aset Rusia oleh AS dan Uni Eropa akibat konflik Ukraina pada 2022. Langkah pembekuan tersebut mendorong negara-negara berkembang untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang Barat seperti dolar dan euro.

Menanggapi tuduhan Trump, para pemimpin BRICS menegaskan bahwa mereka tidak memiliki agenda untuk melemahkan dolar AS. Sebaliknya, mereka menilai bahwa ketidakstabilan dolar merupakan akibat dari politisasi dan “persenjataan” mata uang oleh Washington sendiri.

Presiden Rusia Vladimir Putin juga menekankan bahwa negaranya sebenarnya tidak berniat meninggalkan dolar, namun justru dilarang menggunakannya oleh AS. Putin menyatakan bahwa dorongan global untuk menggunakan alternatif pembayaran internasional akan terus berlanjut dan tidak dapat dihentikan dengan sanksi tambahan.