Ketua PWI Banyumas, Lilik Darmawan, menegaskan bahwa meski gempuran media sosial begitu kuat, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media arus utama masih terjaga.
“Dari hasil survei, rata-rata tingkat kepercayaan publik terhadap media masih di atas 60 persen. Jurnalisme tidak akan pernah mati,” katanya.
Namun Lilik mengingatkan agar wartawan tidak terjebak pada praktik mengejar trafik semata. “Kode etik harus jadi pegangan. Jangan tergoda membuat judul bombastis atau menurunkan berita tanpa verifikasi. Independensi dari kepentingan politik maupun bisnis adalah modal utama menjaga kepercayaan publik,” tambahnya.
Diskusi makin menarik ketika Selastio Fadli, founder Lintang Akademi, menguraikan perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Ia menyebut, kini publik semakin enggan membaca berita panjang, baik di media cetak maupun daring.
“Terjadi pergeseran konsumsi media. Dulu orang betah membaca berita panjang di koran, sekarang bahkan untuk membaca artikel online saja banyak yang enggan. Mereka lebih memilih ringkasan visual atau video singkat. Inilah tantangan besar media, bagaimana mengemas berita tetap informatif, valid, tetapi dikemas lebih kreatif agar tetap menarik,” jelas Fadli.
Meski begitu, ia menekankan bahwa wartawan tidak boleh patah semangat. Justru di era ini, kualitas berita akan menjadi fondasi utama, baik bagi masyarakat maupun perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI).
“AI ke depan akan belajar dan menyerap informasi dari produk jurnalisme yang kredibel. Jadi jangan khawatir, pekerjaan wartawan tetap relevan. Media tidak hanya menjual berita, tetapi juga menjual pengaruh, membangun opini publik, dan menciptakan arah diskursus masyarakat. Itu nilai lebih yang bisa terus menghasilkan cuan, bukan sekadar dari klik semata,” pungkasnya.
