Menteri Widiyanti menegaskan bahwa capaian tersebut merupakan hasil kolaborasi pemerintah dengan pelaku pariwisata.
“Saya tekankan bahwa tren positif ini adalah hasil berbagai upaya pembangunan, promosi, dan kolaborasi strategis terus dirancang oleh pemerintah bersama pelaku pariwisata untuk meningkatkan daya tarik destinasi dan minat wisatawan untuk berkunjung, serta membangun ekosistem pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Meski pergerakan wisatawan meningkat, sektor perhotelan masih menghadapi tantangan. Tingkat okupansi hotel pada Juli 2025 turun 3,57 poin persentase dibandingkan tahun sebelumnya. Secara kumulatif Januari–Juli 2025, penurunan mencapai 3,54 poin persentase.
Menariknya, jumlah kamar terisi justru naik. Pada Juli 2025, terjadi peningkatan +13,18 persen menjadi 7,56 juta kamar, sementara secara kumulatif Januari–Juli tumbuh +11,79 persen menjadi 45,73 juta kamar.
Fenomena ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, meningkatnya popularitas akomodasi alternatif dan pertumbuhan jumlah kamar hotel yang lebih cepat dibandingkan kenaikan jumlah wisatawan, sehingga menimbulkan indikasi oversupply.
Meski kunjungan wisatawan pada Juli 2025 lebih rendah dibandingkan Juni 2025, jumlah kamar yang terisi tetap meningkat. Hal ini salah satunya didorong oleh penyelenggaraan event dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) di berbagai kota besar.
“Aktivitas semacam ini, terutama yang menghadirkan keramaian di sekitar destinasi pariwisata, berpotensi menjadi penggerak okupansi dan dapat menghidupkan industri perhotelan,” ujar Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa dalam kesempatan tersebut.
Melalui program unggulan dan promosi strategis, pemerintah berkomitmen terus memperkuat daya saing pariwisata nasional. Dengan tren kunjungan yang meningkat, baik dari wisman maupun wisnus, sektor pariwisata diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
