News  

Bahas RUU KUHAP, Wamenkum: Hukum Acara Pidana Harus Lindungi HAM, Bukan Sekadar Proses Tersangka

Bahas RUU KUHAP, Wamenkum: Hukum Acara Pidana Harus Lindungi HAM, Bukan Sekadar Proses Tersangka
Bahas RUU KUHAP, Wamenkum: Hukum Acara Pidana Harus Lindungi HAM, Bukan Sekadar Proses Tersangka. Foto: Dok Kemenkum

Menurut Haris, proses pengungkapan kebenaran harus dimulai sejak tahap penyelidikan. Laporan resmi mengenai alasan suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan apakah karena kurang bukti atau penyelesaian lewat restorative justice harus dibuat agar menjadi pembelajaran.

“Dia harus berbasis kepada kebenaran, ada truth yang diungkap, meskipun dia masih di penyelidikan, karena penyelidikan pun sudah makan duit negara. Dilanjutkan atau dihentikan atas dasar ketiadaan alat bukti atau karena dia restorative justice, maka dia harus memproduksi suatu laporan truthnya itu, faktanya. Bisa tidak dia menjadi suatu standar kaidah yang masuk dalam KUHAP yang akan diterbitkan segera ini?” usul Haris.

Menanggapi masukan Haris, Edward mengakui KUHAP lama lebih berat pada kewenangan aparat daripada perlindungan HAM. RUU KUHAP yang baru, kata dia, dirancang berdasarkan prinsip due process of law untuk menjamin hak-hak individu.

Edward juga setuju pentingnya laporan pengungkapan kebenaran. Hal ini, menurutnya, bisa mencegah pelaku mengulang perbuatan dan memastikan korban mendapatkan kepastian hukum.

“Pengungkapan kebenaran itu harus ada. Karena kalau tidak kan dia tidak tahu dia benar atau salah. Nanti kasian itu korban tidak mempunyai kepastian hukum. Harus ada suatu pengungkapan kebenaran supaya ketika dia melakukan perbuatan pidana lagi, tidak bisa lagi direstorasi karena sudah lebih dari satu kali. Jadi ada pembatasan-pembatasan terhadap pemberlakuan suatu perkara untuk dilakukan restorasi. Jadi tidak bisa seenaknya,” kata Eddy.

Edward menegaskan, RUU KUHAP masih terbuka untuk perdebatan publik. DPR bahkan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum untuk menyerap aspirasi masyarakat. Kementerian Hukum, sambungnya, mencatat setiap masukan dengan detail, termasuk siapa yang memberi usulan dan kapan disampaikan.

“Kita punya catatan yang rapi bahwa ini masukan dari siapa, kita akomodasi seperti ini, mengapa usulan ini tidak kita akomodasi, apa dasar pertimbangannya. Kami dari pemerintah dan DPR wajib untuk mendengarkan masukan, wajib untuk mempertimbangkan, kemudian dalam pertimbangan kita kenapa tidak digunakan usulan ‘A’ tapi kita menggunakan usulan ‘B’, itu kita wajib untuk menjelaskan kepada publik. Itu adalah arti dari meaningful participation,” ucapnya.

Related Images:

Follow WhatsApp Channel My Info untuk update berita terkini setiap hari! Follow