Ia juga menyoroti bahwa upaya penyelamatan Waduk Mrica tidak bisa hanya mengandalkan kementerian di tingkat pusat. Keterlibatan aktif masyarakat, pemerintah daerah, hingga aparat keamanan diperlukan agar upaya ini benar-benar efektif.
“Jangan hanya mengharapkan otoritas formal. Kita punya otoritas sosial dan informal. Semua pihak harus bergerak. Posko penyelamatan akan percuma jika warga tidak ikut terlibat,” tegasnya.
Imam mendesak pemerintah pusat agar lebih serius menyalurkan anggaran untuk penyelamatan Waduk Mrica. Menurutnya, keberadaan waduk ini sangat strategis, baik untuk energi nasional maupun keselamatan jutaan warga di wilayah hilir.
Sebelumnya, peringatan serupa juga datang dari pegiat lingkungan Serayu Network, Maman Fansha. Ia menyebut kerusakan hutan di sekitar DAS Serayu sudah mencapai tahap mengkhawatirkan.
“Ketika hujan deras, air tidak lagi terserap oleh tanah secara maksimal. Air mengalir deras ke bawah, membawa lumpur, menyebabkan banjir, merusak jalan, dan bahkan mengancam permukiman,” ujar Maman, Rabu (31/7).
Berdasarkan pantauan bersama para relawan, kerusakan paling parah ditemukan di beberapa desa. Di Desa Balun, luas hutan yang berubah menjadi lahan pertanian mencapai 212 hektare. Disusul Desa Wanaraja 197 hektare, Desa Jatilawang 143 hektare, Desa Tempuran 129 hektare, dan Desa Wanayasa 8,8 hektare.
Maman menyebut sebagian besar hutan yang dirambah merupakan lahan negara di bawah pengelolaan Perhutani. Namun, menurutnya, hingga kini belum ada tindakan tegas yang diambil oleh pihak pengelola.
“Kami menemukan fakta bahwa hutan-hutan itu dialihfungsikan dan tidak dijaga dengan baik. Mestinya ada tindakan tegas karena ini menyangkut keberlanjutan lingkungan,” tegasnya.













