Sebagai langkah konkret, pemerintah daerah memperluas program Sekolah Kesetaraan Paket A, B, dan C berbasis digital, sekaligus memperkuat kolaborasi dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan BUMDes untuk memberikan pelatihan keterampilan produktif. Dengan begitu, anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah tetap memiliki kesempatan belajar dan berdaya.
Pendekatan tersebut, ujar Ari, bukan hanya soal mengembalikan anak ke sekolah, tetapi juga membuka jalur alternatif pendidikan agar mereka tetap bisa berkembang sesuai potensi masing-masing.
Ia menekankan bahwa penanganan anak putus sekolah harus bersifat lintas sektor dan melibatkan dunia usaha serta industri lokal. Menurutnya, sektor tersebut dapat berperan penting dalam menyediakan ruang magang dan pelatihan kerja bagi remaja non-formal tanpa mengabaikan hak mereka untuk belajar.
Selain itu, Ari juga menyoroti pentingnya peran pemerintah desa dan pendamping sosial pendidikan dalam melakukan pendataan berbasis rumah tangga serta memberikan dukungan psikososial bagi anak-anak yang kehilangan semangat belajar.
“Setiap desa sebaiknya memiliki database anak usia sekolah yang belum terlayani. DPRD siap mendukung regulasi agar semua anak memiliki hak belajar, baik di jalur formal, kesetaraan, maupun pendidikan keterampilan,” tegasnya.
Ia berharap pendekatan alternatif yang dikembangkan tidak hanya menekan angka statistik anak putus sekolah, tetapi juga mampu mengembalikan rasa percaya diri dan semangat hidup anak-anak tersebut.
“Anak-anak ini bukan sekadar angka dalam laporan. Mereka adalah masa depan bangsa. Bila satu anak bisa kembali belajar, itu sudah merupakan kemenangan kecil yang berarti besar,” pungkas Setya Ari Nugraha.
