Selain itu, MUI juga menyiapkan program “MUI Menyapa Anak Muda” sebagai wadah pembinaan dan kolaborasi positif dengan generasi muda. Melalui program ini, MUI akan mengadakan pelatihan konten kreator dakwah yang mendorong para pelajar, mahasiswa, dan remaja menjadi bagian dari gerakan dakwah digital yang kreatif dan menyenangkan.
“Dalam menyasar anak muda, MUI Kabupaten Banyumas juga ingin menjadikan dakwah lebih dekat dengan seluruh lapisan masyarakat. Kami menyadari bahwa generasi muda hari ini memiliki dinamika, bahasa, dan cara berpikir yang khas, sehingga perlu pendekatan yang relevan dan menyentuh dunia mereka,” tambah Gus Enjang.
Ke depan, MUI Banyumas juga berencana mencetak kader-kader ulama muda yang mampu berdakwah dengan pendekatan kontekstual, memahami realitas sosial generasinya, namun tetap berlandaskan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.
“Harapannya, dakwah tidak terasa menggurui, tetapi menginspirasi. Dengan begitu, MUI benar-benar hadir di tengah masyarakat, terutama generasi muda, sebagai sahabat spiritual dan rujukan moral yang dapat dipercaya,” ujarnya.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Dr. Edi Santoso, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang juga merupakan pakar komunikasi sosial. Ia menilai langkah MUI Banyumas sangat tepat, mengingat selama ini MUI kerap dianggap sebagai wadah yang identik dengan kalangan tua.
Menurutnya, MUI perlu lebih dekat dengan generasi Z, karena kelompok ini memiliki jumlah besar dan pengaruh kuat dalam lanskap sosial digital, tetapi juga rentan terhadap arus informasi di media sosial.
“MUI Banyumas bisa meng-orkestrasi peran GenZ untuk menghadirkan konten-konten yang lebih interaktif dan atraktif. Tentu butuh pendekatan yang berbeda. Jangan menggurui, tapi dorong engagement mereka. Seperti kata Nabi, ‘bicaralah dengan bahasa kaummu’, maka mendekati GenZ, juga harus memakai bahasa mereka,” pungkas Edi.













