Kementerian PPPA mencatat, pada 25 Agustus 2025 terdapat 105 anak ikut aksi di Jakarta. Dua hari kemudian, 28 Agustus, data menunjukkan 1 anak ikut aksi di Makassar, 39 anak di Bali, dan sekitar 110 anak dalam gelombang kedua demonstrasi di Jakarta. Pada 29 Agustus, tercatat 23 anak di Semarang, 25 anak di Yogyakarta, dan 56 anak di Surabaya.
Selain itu, beberapa daerah lain seperti Solo, Kediri, Cirebon, Bandung, Nusa Tenggara Barat, dan Palembang juga melibatkan anak-anak dalam aksi, meski jumlah pastinya masih dalam pendataan. Kemen PPPA memastikan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) untuk memberikan pendampingan sesuai kebutuhan.
“Selain itu, terdapat beberapa wilayah lain, seperti Solo, Kediri, Cirebon, Bandung, Nusa Tenggara Barat, dan Palembang yang masih belum teridentifikasi. Oleh karena itu, data-data tersebut bisa jadi masih akan berubah mengingat rekan-rekan di daerah saat ini juga masih terus memantau perkembangan situasi dan melakukan pendataan. Kemen PPPA telah berkomunikasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di masing-masing wilayah untuk memastikan pendampingan sesuai kebutuhan bagi anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi,” ungkap Arifah.
Sebagai langkah perlindungan, Kemen PPPA juga membuka saluran pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat diakses melalui telepon 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
Dari data terakhir, Andika Lutfi Fala tercatat sebagai satu-satunya korban jiwa berstatus anak dalam rangkaian aksi tersebut. Ia meninggal dunia setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo akibat luka berat di kepala akibat benturan benda tumpul.
Berdasarkan keterangan, Andika diajak oleh seorang temannya untuk ikut aksi tanpa sepengetahuan keluarga maupun gurunya di sekolah. Kondisi semakin sulit karena Andika tidak memiliki telepon genggam ataupun kartu identitas setelah keduanya hilang saat ia mendaki gunung beberapa waktu sebelumnya.
Ayah korban, Abdul Gofur, menyampaikan rasa ikhlas atas kepergian putranya.
“Mungkin sudah takdirnya. Kami tidak menyalahkan siapapun dan tidak menuntut apapun, yang penting dia tenang di sana. Kalau dibilang sedih, sedih banget. Kenang-kenangan sama dia itu terbayang semua. Saya kalau masuk kamarnya tidak sanggup, terbayang semua. Saya sayang mungkin Allah lebih sayang,” ujarnya.













