Selama ini, kulit bawang merah kerap dianggap limbah dan dibuang begitu saja. Padahal, bagian ini menyimpan kandungan kuersetin paling tinggi dibandingkan bagian umbi lainnya. Senyawa ini mampu mencegah oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL), salah satu pemicu utama hiperlipidemia. Namun, kuersetin memiliki kelemahan berupa stabilitas rendah dan kemampuan terbatas mencapai target terapi.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, tim Shallot Patch memanfaatkan teknologi dissolving microneedle patch (DMN). Teknologi jarum mikro larut ini mampu meningkatkan stabilitas dan bioavailabilitas kuersetin, sehingga efek terapinya menjadi lebih optimal. Mereka juga mengembangkan nanoselulosa dari kulit bawang merah untuk digunakan sebagai matriks penghantaran obat.
Daffa menegaskan bahwa inovasi ini bukan hanya menawarkan metode terapi yang lebih aman dan efisien, tetapi juga memberikan nilai tambah pada limbah pertanian yang sering diabaikan.
“Melalui PKM ini, kami berharap dapat menghadirkan solusi inovatif untuk memanfaatkan limbah yang ada, termasuk kulit bawang merah yang sering dibuang begitu saja. Dukungan pendanaan dari Kemendikbudristek memberi kami semangat untuk terus berinovasi,” tambahnya.
Tim Shallot Patch berharap penelitian mereka dapat terus dikembangkan dan suatu hari dapat memberikan kontribusi nyata bagi dunia kesehatan, terutama dalam terapi hiperlipidemia berbahan alam yang lebih ramah dan mudah diakses.













