JAKARTA, MyInfo.ID – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bergerak cepat merespons keresahan industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang mengalami kendala pasokan akibat pembatasan dari produsen gas. Untuk mengantisipasi dampak lebih luas, Kemenperin resmi membentuk “Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT” sebagai wadah laporan, pengaduan, sekaligus jalur komunikasi antara pemerintah dan pelaku industri.
Langkah ini diambil setelah muncul surat pemberitahuan dari produsen gas yang menyebutkan adanya rencana pembatasan pasokan hingga 48 persen kepada industri pengguna HGBT.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menilai kebijakan tersebut janggal.
“Menurut kami, hal ini janggal karena pasokan gas untuk harga normal, harga di atas USD 15 per MMBTU stabil. Tapi mengapa pasokan untuk HGBT yang berharga USD 6,5 per MMBTU dibatasi? Itu artinya tidak ada masalah dalam produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas nasional,” katanya di Jakarta, dikutip Selasa (19/8/205).
Febri menegaskan, sebaiknya produsen gas tidak menggunakan alasan pembatasan pasokan untuk mendorong kenaikan harga di atas USD 15 per MMBTU.
“Tidak ada isu atau masalah teknis produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas. Kami tidak ingin kejadian yang terulang kembali pada industri dalam negeri, dengan kebijakan relaksasi impor yang mengakibatkan turunnya utilisasi produksi, penutupan industri dan pengurangan tenaga kerja pada industri TPT dan alas kaki,” paparnya.
Menurut Febri, keputusan membentuk Pusat Krisis diambil setelah banyak laporan masuk dari pelaku industri dalam negeri. Beberapa masalah yang dilaporkan antara lain pembatasan pasokan gas, tekanan gas yang menurun, dan harga gas yang melebihi ketetapan Perpres Nomor 121 Tahun 2020.
Kondisi ini mengancam keberlangsungan investasi, sehingga Kemenperin menilai perlu adanya sarana resmi untuk pengaduan dan verifikasi kondisi lapangan.
Adapun tujuh subsektor penerima manfaat HGBT mencakup industri pupuk, Petrokimia, Oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, sarung tangan karet.













