Sementara dalam jangka panjang, paparan rendah yang terjadi berulang dapat meningkatkan risiko kanker akibat kerusakan DNA, penurunan daya tahan tubuh karena gangguan sumsum tulang, hingga risiko kelainan janin jika dialami ibu hamil. “Paparan kronis juga dapat memicu gangguan metabolisme serta penyakit degeneratif,” tambahnya.
Meski begitu, Aji menegaskan bahwa mayoritas kasus yang ditemukan di Cikande masih berada pada level yang bisa ditangani melalui dekontaminasi, pemberian obat khusus, serta pemantauan kesehatan berkelanjutan.
Pemerintah melalui Satgas Penanganan Cs-137 bergerak cepat dengan melakukan penanganan dalam radius 5 kilometer dari lokasi temuan. Beberapa langkah yang dilakukan di antaranya edukasi kepada masyarakat, komunikasi risiko agar warga tetap tenang namun waspada, serta pemantauan kesehatan terhadap warga, keluarga, dan kontak serumah.
“Pemeriksaan akan diperluas menunggu hasil pemetaan dari BAPETEN dan BRIN,” jelas Aji.
Kemenkes mengimbau masyarakat agar memanfaatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis di puskesmas atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk pemerintah. Hal ini penting mengingat radiasi tidak bisa dilihat, didengar, atau dicium.
“Terapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Rajin cuci tangan, mandi setelah beraktivitas di area berisiko, konsumsi makanan bergizi, serta istirahat cukup,” ujar Aji.
Ia juga meminta masyarakat segera melapor ke tenaga medis bila mengalami keluhan seperti mual, muntah, lemas, atau perubahan kondisi kesehatan lainnya. Informasi yang diikuti pun harus berasal dari sumber resmi, yakni Kemenkes, Kementerian Lingkungan Hidup, Satgas, atau pemerintah daerah.
“Tidak perlu khawatir berlebihan, pemerintah telah melakukan dekontaminasi, pengamanan lokasi, dan penanganan medis,” tegasnya.
Aji juga mengingatkan pentingnya solidaritas sosial dengan tidak memberi stigma atau diskriminasi kepada warga terdampak. “Kita harus saling mendukung untuk pemulihan bersama,” pungkasnya.













