“Indonesia-EU CEPA bukan sekadar perjanjian tarif. Perjanjian ini adalah kesempatan bagi pelaku usaha Indonesia untuk meningkatkan kualitas, nilai tambah, dan keunikan produk agar dapat bersaing di pasar global. Dengan pemahaman tren konsumen dan kebutuhan ekspor, produk unggulan Indonesia bisa menembus pasar premium, segmen khusus, maupun etnik di Eropa,” ungkap Fadjar.
Dalam kesempatan yang sama, Ahli Pengadaan dan Analisis Pasar IPD, Angie Martinez, menjelaskan bahwa tren konsumen Eropa kini sangat dipengaruhi oleh kesadaran terhadap keberlanjutan (sustainability), kesejahteraan (well-being), dan preferensi terhadap produk alami atau organik.
“Konsumen Eropa menuntut produk yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga dapat dilacak asal-usulnya (traceable), ramah lingkungan, dan memenuhi standar etika,” ungkap Angie.
Sepanjang Januari—Agustus 2025, nilai ekspor pertanian Indonesia ke Jerman mencapai USD 184,21 juta, meningkat 124,95 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD 81,89 juta. Peningkatan ini menunjukkan bahwa produk pertanian Indonesia semakin diterima di pasar Jerman dan memiliki potensi besar untuk berkembang di kawasan Eropa.
Salah satu peserta seminar, Sri Milani, pelaku usaha di bidang olahan kelapa, menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan ITPC Hamburg.
“Seminar ini sangat bermanfaat. Kami jadi memahami cara memasuki pasar Eropa,” ujar Sri.
Kemendag menegaskan komitmennya untuk terus mendorong pelaku usaha Indonesia menembus pasar Eropa melalui penguatan kapasitas UMKM, fasilitasi sertifikasi, pendampingan ekspor, dan riset pasar. Langkah ini diharapkan dapat membuat produk Indonesia semakin kompetitif, berkelanjutan, dan sesuai dengan preferensi konsumen Eropa.













