Sebagai wujud dukungan nyata, DPPM Kemendiktisaintek juga menyalurkan bantuan berupa satu unit mesin pengaduk dodol salak, mesin gerinda kopi, dan mesin pemarut kelapa untuk meningkatkan kapasitas produksi.
Bagi para petani, kehadiran program ini membawa angin segar. Slamet, salah seorang petani salak di Desa Kupangan, mengungkapkan bahwa harga salak kerap jatuh saat panen raya, terutama pada Januari–Februari, sehingga petani merugi.
“Di desa ini juga ada usaha pembuatan dodol ketan, tapi makin lama pengrajinnya makin sedikit karena hasil yang kurang memuaskan,” tuturnya.
Menurut Slamet, pendampingan dosen UMP telah memberi perubahan besar, terutama dalam pengemasan produk agar lebih menarik.
“Selain itu kami diajari merancang strategi pemasaran melalui media sosial, dibantu mendaftar Quick Response Code Indonesia Standar (QRIS), dan juga difasilitasi pengajuan sertifikat PIRT serta halal,” tegasnya.
Program pengabdian masyarakat ini menghasilkan perubahan signifikan. Data akhir menunjukkan 95% anggota KWT Sari Salak terampil memproduksi dodol salak dengan tekstur lebih lembut dan kenyal, 85% anggota KWT mampu mengolah limbah salak, seperti kulit dan bijinya, menjadi produk bernilai tambah berupa kopi dan teh.
Selain itu produk KWT telah memiliki akun pemasaran digital di Instagram, YouTube, dan Shopee, serta sudah memanfaatkan QRIS untuk transaksi. Kemudian kesadaran anggota KWT terhadap bahaya praktik rentenir meningkat, sekaligus mendorong kemandirian usaha.
Inovasi mesin pengaduk ergonomis ini bukan hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membuka jalan bagi masyarakat Desa Kupangan untuk menjadikan dodol salak sebagai produk unggulan lokal yang berdaya saing di pasar modern.













