“Setiap pasukan internasional, jika dibentuk, harus dikerahkan hanya di perbatasan untuk memisahkan pasukan, memantau gencatan senjata, dan harus sepenuhnya di bawah pengawasan PBB. Pasukan tersebut harus beroperasi secara eksklusif dalam koordinasi dengan institusi resmi Palestina, tanpa peran penjajah, dan bekerja untuk memastikan aliran bantuan, tanpa berubah menjadi otoritas keamanan yang mengejar rakyat kami dan perlawanan mereka.”
Hamas juga menyinggung soal bantuan kemanusiaan yang disebut kerap dipolitisasi. Mereka menilai bantuan seharusnya diberikan tanpa syarat dan tanpa hambatan birokratis yang memperlambat distribusi.
“Bantuan kemanusiaan, bantuan bagi yang terdampak, dan pembukaan perbatasan adalah hak fundamental bagi rakyat kami di Jalur Gaza. Operasi bantuan dan bantuan tidak boleh menjadi subjek politisasi, pemerasan, dan penundukan pada mekanisme kompleks di tengah bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang diciptakan oleh pendudukan, yang memerlukan percepatan pembukaan perbatasan dan mobilisasi semua sumber daya untuk mengatasinya melalui PBB dan agensinya, terutama UNRWA.”
Di akhir pernyataannya, Hamas menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengambil langkah yang berpihak pada keadilan bagi Palestina.
“Kami menyerukan kepada komunitas internasional dan Dewan Keamanan untuk menegakkan hukum internasional dan nilai-nilai kemanusiaan, serta mengadopsi resolusi yang mewujudkan keadilan bagi Gaza dan perjuangan Palestina, melalui penghentian nyata perang genosida brutal di Gaza, rekonstruksi, mengakhiri pendudukan, dan memungkinkan rakyat kami menentukan nasib sendiri serta mendirikan negara merdeka mereka dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.”
DK PBB Sahkan Resolusi AS, Bentuk Pasukan Stabilisasi Internasional
Sebelumnya diberitakan, Dewan Keamanan PBB resmi mengadopsi rancangan resolusi yang diajukan Amerika Serikat mengenai rencana perdamaian di Gaza. Dokumen tersebut juga memberi dasar pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional atau International Stabilization Force (ISF) yang nantinya ditugaskan menjaga keamanan dan mendukung masa transisi pemerintahan di wilayah konflik tersebut.
Sidang pemungutan suara berlangsung pada Senin (17/11) malam dengan dihadiri 15 anggota DK PBB. Rusia dan Tiongkok memilih abstain, menyatakan adanya kekhawatiran bahwa isi resolusi dapat melemahkan peluang solusi dua negara.
Dilaporkan RT.com, resolusi tersebut menyatakan dukungan terhadap proposal perdamaian 20 poin dari Presiden AS Donald Trump. Selain mengatur penghentian konflik, dokumen itu juga memberikan legitimasi pembentukan Board of Peace (BoP), yang dijadwalkan menjadi otoritas transisi selama periode pemulihan Gaza.
DK PBB juga menyetujui pembentukan ISF sebagai pasukan multinasional yang berada di bawah komando BoP. Pasukan ini diproyeksikan terdiri dari negara-negara Arab serta kawasan sekitarnya, dengan tugas mulai dari menjaga keamanan hingga melatih kepolisian Palestina, serta mengawasi proses demiliterisasi dan rekonstruksi Gaza.













