“Lempung biru ini dalam.terminologi geologi disebut serpih, membuat tumpukan tanah di atasnya mudah bergerak dan mempercepat terjadinya longsor berulang. Begitu jenuh air, kekuatan lempung tersebut hilang drastis,” jelas Dwikorita.
Hal tersebut pula yang menyebabkan gerakan tanah di Pandanarum tidak berhenti, bahkan terus bertambah meskipun longsor besar telah terjadi. Kombinasi antara rekahan baru, mata air berdebit besar, dan lapisan lempung biru menjadikan kondisi lereng sangat labil.
Melihat situasi ini, Tim Geologi UGM menilai bahwa prioritas utama adalah mencegah bertambahnya volume air di balik material longsor.
“Langkah darurat seperti pembuatan *sudetan pada tumpukan endapan longsor ,sebagai drainase sementara sangat penting untuk mengurangi tekanan air. Jika tidak, risiko jebolnya bendung tanah akan semakin besar,” tegas Dwikorita.
Ia juga meminta masyarakat tidak beraktivitas di dasar tebing, bantaran sungai kecil, lembah sempit, maupun jalur aliran air yang berpotensi menjadi lintasan banjir bandang. Dengan curah hujan tinggi beberapa hari terakhir, dan tingginya debit aliran mata air pada lereng mahkota longsoran, tekanan air pori di dalam lereng diperkirakan terus meningkat.
“Keselamatan harus lebih diutamakan. Menghindarlah dari area bawah lereng dan segera laporkan jika muncul rekahan baru atau aliran air yang tidak biasa. Bahaya di Pandanarum bukan hanya longsor, tetapi juga kemungkinan banjir bandang yang dapat terjadi mendadak,” tutupnya.













