PURBALINGGA, MyInfo.ID – Para petani kapulaga di Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, kini bisa bernafas lebih lega. Proses penanganan pascapanen yang selama ini memakan waktu dan tenaga akhirnya menjadi jauh lebih ringan berkat hadirnya mesin perontok dan pembersih umbi kapulaga. Teknologi yang saat ini hanya dimiliki Purbalingga tersebut membuat tahapan pengolahan kapulaga menjadi lebih cepat, hemat biaya, dan ramah tenaga kerja.
Yusro Najib, pengurus Kelompok Tani (Poktan) Mugi Rahayu Desa Bodaskarangjati, mengatakan bahwa kehadiran alat tersebut memberi perubahan besar bagi efisiensi kerja petani.
“Biasanya untuk membersihkan kapulaga dari janjang dan menyortirnya, setiap 5–6 kilogram kapulaga basah membutuhkan waktu 1 jam dikerjakan oleh manusia. Namun kini hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit dengan mesin perontok,” ujar Yusro dalam keterangan dikutip, Selasa (25/11/2025).
Dengan percepatan proses pascapanen itu, para petani kini dapat menikmati keuntungan lebih besar. Harga kapulaga basah saat ini berada di kisaran Rp13.000 per kilogram, sementara kapulaga kering menembus Rp83.000 per kilogram. Yusro menyebutkan, satu hektare lahan kapulaga mampu menghasilkan sekitar 175 kilogram kapulaga kering atau setara pendapatan sekitar Rp14,5 juta.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga, Prayitno, menjelaskan bahwa mesin tersebut merupakan bantuan Kementerian Pertanian melalui program Upland—program pengembangan pertanian dataran tinggi yang berfokus pada peningkatan produktivitas hingga penguatan rantai pascapanen.
Ia menegaskan bahwa operasional mesin ini sangat hemat energi karena mengandalkan motor listrik berdaya ½ HP atau 375 watt.
“Dengan tarif listrik Rp1.440 per kWh, biaya yang dibutuhkan hanya sekitar Rp540 per jam. Dari hasil uji coba, dalam satu jam mesin ini bisa membersihkan 72 kilogram kapulaga basah, artinya setiap kilogram hanya membutuhkan biaya sekitar 7,5 rupiah,” jelasnya.
Prayitno menambahkan, biaya tersebut jauh lebih murah dibanding proses manual yang sebelumnya mencapai Rp1.000 untuk 5–6 kilogram atau sekitar Rp166–Rp200 per kilogram. Karena itu, inovasi ini dinilai mampu menekan biaya produksi secara signifikan.
Saat ini, luas lahan kapulaga di Purbalingga mencapai 435,7 hektare dengan total produksi mencapai 2.104.003 kilogram. Minat petani terhadap komoditas ini meningkat pesat sejak pandemi Covid-19, ketika harga kapulaga bahkan melampaui harga kopi dan membuat sebagian besar petani kopi beralih menanam rempah beraroma khas tersebut.
“Kapulaga memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak dicari hingga sekarang. Selain sebagai penyedap masakan, rempah ini juga dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional karena aromanya yang khas dan kandungan antioksidan yang tinggi. Memiliki manfaat untuk menjaga kesehatan pencernaan, meningkatkan stamina, hingga menjaga kesehatan jantung,” ujarnya.













