Ia juga menjelaskan, pemerintah tengah menyiapkan pembangunan kantor koperasi yang akan dikoordinasikan melalui PT Agrinas Pangan. Namun, mekanisme pengembalian dan pengelolaan aset tersebut masih menunggu kepastian lebih lanjut.
Selain Musdesus, kegiatan hari itu juga sekaligus membahas Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP) tahun 2026 dalam agenda Musrenbang. Susanti menyoroti pentingnya pengelolaan anggaran secara bijak.
“Kalau 30 persen untuk koperasi, 20 persen ketahanan pangan, dan 15 persen untuk BLT, berarti 65 persen anggaran sudah terpakai. Ditambah 3 persen operasional pemerintah desa, hanya tersisa sekitar 32 persen untuk kegiatan lain seperti stunting, pendidikan, dan infrastruktur,” terangnya.
Susanti juga mengingatkan bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) secara nasional akan menurun hingga Rp66 triliun pada tahun 2026, sesuai kebijakan APBN. Karena itu, desa harus lebih selektif menentukan skala prioritas pembangunan.
“Jangan hanya berpikir pembangunan itu soal infrastruktur. Tapi juga pemberdayaan masyarakat agar ekonomi desa tumbuh dan warganya lebih produktif,” katanya.
Sementara menurut Ketua Koperasi Desa Merah Putih Desa Pageraji, Trias Bratakusuma, menilai program koperasi ini merupakan inisiatif positif dari pemerintah untuk memperkuat sistem ekonomi hingga tingkat desa. Namun, ia juga memahami adanya persepsi berbeda di masyarakat terkait mekanisme dan kewajiban dana desa.
“Koperasi itu seharusnya inisiatif warga. Tapi kenapa Koperasi Merah Putih seperti diwajibkan dan harus berhutang di awal? Apalagi menyedot 30 persen dana desa, itu yang membuat masyarakat bertanya,” ujarnya.
Trias menjelaskan bahwa konsep ini mirip dengan program wajib belajar, di mana pemerintah membuat aturan agar masyarakat terdorong untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi berbasis desa.
“Pemerintah ingin sistem keuangan bisa menyentuh sampai ke titik paling bawah, yaitu desa. Karena itu dibuatlah Koperasi Merah Putih sebagai inisiasi pemerintah,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa koperasi seharusnya bukan dianggap beban, melainkan mitra desa untuk mempercepat penyaluran dana dan mendorong kegiatan ekonomi.
“Koperasi ini membantu pemerintah desa, karena desa baru bisa mengajukan dana jika sudah punya koperasi yang berjalan dan terverifikasi,” katanya.
Trias menambahkan bahwa Koperasi Pageraji hanya mengajukan skema pinjaman kecil sekitar Rp174 juta dari plafon yang diberikan pemerintah melalui 30 persen alokasi dana desa tahun 2025 sebesar Rp1.613.868.000 yakni sekitar Rp484 juta. Karena mereka percaya potensi ekonomi warga Desa Pageraji dapat digerakkan tanpa harus bergantung sepenuhnya pada hutang.
“Kami percaya, dengan jumlah penduduk yang banyak, kita bisa membangun dengan kemampuan sendiri. Pinjaman ini hanya untuk membantu desa agar bisa menjalankan program pembangunan,” ujarnya menutup.













